Mulanya Rijal ( bukan nama sebenarnya ) adalah seorang santri yang sederhana. Ketika ditugaskan ustadznya untuk mengembangkan dakwah di sebuah pasantren di suatu daerah, dia sambut tugas itu dengan semangat juang menyala-nyala sambil mengutip sebuah ayat firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Begitu tiba di tempat tugas, Rijal segera mengerahkan segenap kemampuannya untuk menyukseskan dakwah di tempat barunya itu. Pada malam hari tak lupa pemuda ini bermunajat kepada Allah, memohon bimbingan dan pertolongany-Nya.
Karena kepandaiannya dalam bergaul, dalam tempo relatif singkat usaha dakwah Rijal mendapat simpati dari banyak pihak. Mulai dari penjabat daerah, pengusaha kelas atas, hingga kuli kuli pelabuhan, kenal ustadz Rijal, demikian panggilannya sekarang.
Sejak itu pesantren yang dipimpinnya banyak mendapat bantuan dari pemerintah daerah dan pengusaha setempat. dan kini pesantren itu memiliki bangunan-bangunan yang megah. Penampilan ustadz Rizal pun sudah berbeda. Kini kemana-mana dia berkendaraan mobil bagus, sementara di pinggangnya senantiasa terselip PDA-Phone keluaran terbaru. Alhamdulillah.
Namun sayangnya, sejak itu Rijal mulai lupa diri. Dia mengira, bahwa berbagai karunia itu dapat ia nikmati semata-mata karena kehebatan dirinya, yakni kepiawaiannya menjalin relasi. ia terjebak pada 'ujub (terpesona pada dirinya sendiri), takabbur (mengira dirinya hebat), dan ghamthun-naas (meremehkan orang lain). "kalau bukan karena usahaku, mana mungkin bisa pasantren ini punya bangunan demikian megah," katanya sambil menepuk dada.
Rijal lupa bahwa sesungguhnya dibalik semua itu ada The Invisible Hand, Tangan Yang Maha Ghaib, yang mengatur kesuksesan dan kegagalan dirinya, yang mengatur aliran darah dan detak jantungnya, serta menentukan kapan dan dimana kelak dia akan mati.
Seharusnya dia berkata, "kalau bukan karena kehendak Allah, mana mungkin kita dapat hidup sampai sekarang dan menikmati karunia-Nya seperti ini."
Karena 'ujub, takabbur, dan ghamthun-naas itu, Rijal ingin semua kehendaknya diturut bawahannya. Tak boleh ada bantahan, meski kehendaknya mungkin keliru. Sikap ini menyebabkan bawahannya terpecah-belah. Mereka yang cari aman, memilih mengikuti semua kehendak Rijal. Adapun mereka yang bersikap kritis, memilih menyingkir atau disingkirkan olehnya.
True story tentang ustadz ini sengaja saya pilih sebagai contoh kasus untuk menunjukkan bahwa tidak cuma seorang Fir'aun yang bisa berperilaku sombong dan thagha (sewenang-wenang). Penyakit 'ujub, takabbur, dan ghamthun-naas bisa menimpa siapa saja, termasuk para da'i dan aktivis dakwah. Dan tiga penyakit itu jika didiamkan / tidak dicegah dengan taushiah bilhaq wa bish-shabr wa bil-marhamah (menasehati dalam kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang) akan menjelma menjadi penyakit thagha. Pelakunya akan menjadi seorang thaghut (tiranik) dan diktator.
apa yang terjadi jika seorang pemimpin umat telah menjadi thaghut? Tiada lain, yang terjadi adalah taffaruq wa ikhtilaf (keterbelahan dan perselisihan) umat. Minimal umat akan terbelah menjadi tiga kelompok : Pendukung, abstain, dan Penentang. Kalau sudah begitu, bukannya mendapatkan kejayaan umat, yang didapat malah murka dan azab Allah. Na'udzubillahi min dzalik.
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,
Wassalam
Penulis
Bayu Wiryawan
Kader HMi cabang Tanjungpinang - Bintan
0 komentar:
Posting Komentar